contoh laporan praktik konseling
NIM : 14220003
Dosen Pembimbing: Sri Suwartini, M.Pd.I
LAPORAN PRAKTIK KONSELING INDIVIDUAL
A. Identitas
Nama : Wulan Sova Aulia
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Etnis : Jawa
Asal : Ciamis, Jawa Barat
Instansi : Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
B. Deskripsi Gejala Masalah yang Dikeluhkan
Konseli bernama lengkap Wulan Sova Aulia adalah salah satu mahasiswa UIN Sunan Kalijaga prodi Bahasa Arab semester VI. Saat ini Wulan sedang menghadapi sebuah permasalahan terkait dengan perasaan hati yang diwarnai kegalauan dan kegelisahan. Hal ini terjadi lantaran konseli yang asal tempat tinggalnya dari Kota Ciamis merantau keluar kota, yakni Yogyakarta untuk menempuh pendidikan lanjut.
Gejala permasalahan yang dialami oleh konseli adalah adanya kebimbangan dalam menentukan arahan dan pilihan yang sedang konseli rasakan, seperti hubungan asmaranya dengan seseorang yang berada jauh di kampung halamannya, Ciamis. Hubungannya yang jauh tersebut menyebabkan konseli menderita penyakit LDR : (Lelah Disiksa Rindu), hal ini hanya dapat diobati dengan masih dijalinnya hubungan secara jarak jauh oleh konseli melalui alat komunikasi (media sosial) seperti Whatsapp/WA, Blackberry Mesengger/BBM dan lain sebagainya. Namun akhir-akhir ini konseli jarang mendapat informasi sehingga konseli tidak pernah mendapat kabar dari teman asmaranya tersebut, hal itu juga membuat konseli bertanya-tanya “kenapa kok nggak pernah ada kabar”. Padahal setiap harinya, jika konseli ada waktu luang tetap berusaha menghubungi teman asmaranya tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan hati konseli yang bingung, konseli masih tetap berupaya untuk menjalin komunikasi dengan orang-orang terdekat dari teman asmaranya tersebut, meskipun hanya sekedar untuk menanyakan kabar. Hal ini dilakukan konseli untuk tetap mencoba menjalin silaturahmi dengan keluarga teman asmaranya, dan juga untuk melihat suatu kepastian dari keluarganya. Sesuatu yang ditakutkan oleh konseli diantaranya juga, ketika konseli masih mengharapkan dari teman asmaranya yang di Ciamis namun tidak ada kepastian, sedangkan konseli di kampus juga memiliki banyak teman yang diantaranya teman laki-laki. Yang menjadi kebingungan konseli juga dengan perasaan konseli sendiri, apakah konseli merasa baik hati, terlalu friendly, atau terlalu berlebihan dalam memilih teman.
Oleh karenanya konseli sering berkomunikasi dengan teman yang baru di kampusnya, namun masih ada perasaan takut, apabila nanti teman asmaranya yang di Ciamis tiba-tiba menghubungi, padahal konseli sudah merasa nyaman dengan teman barunya. Hal yang ditakutkan konseli juga ketika konseli mengikuti Sekolah Lintas Iman (SLI) di kampusnya, banyak teman laki-laki yang dikenalnya, namun tanpa disadari ternyata teman-teman di SLI mulai ada yang menghubunginya via WA maupun BBM, dimana temen-teman konseli juga suka memberi perhatian lebih kepada konseli, sehingga konseli bingung sendiri harus seperti apa dan bagaimana. Apabila konseli cuek takutnya nanti teman barunya beranggapan beda, tapi apabila konseli bertingkah dan merespon lebih, konseli juga merasakan kebingungan dengan perasaan yang dialaminya, takutnya di bilang PHP (Pemberi Harapan Palsu) padahal konseli hanya menganggap teman biasa. Namun konseli menyadari hal itu terjadi karena kekosongan dari komunikasinya dengan teman asmaranya di Ciamis.
Sehingga konseli merasakan kekhawatiran pada dirinya apabila konseli terlalu friendly dengan teman barunya dan melupakan teman asmaranya yang dulu. Perasaan yang dirundung kebingungan itu juga membuat konseli menangis dan merasa khawatir dengan hubungan yang dirasakannya jarak jauh dan tanpa ada komunikasi sama sekali, padahal konseli selalu menantikan kabar dari orang yang jauh disana walaupun hanya ada waktu satu menit saja untuk dapat berkomuniaksi dengan selalu berusaha menghubunginya, namun tidak pernah mendapatkan balasan informasi.
Timbulnya problem yang dihadapinya saat ini juga dikarenakan konseli yang jauh dari orang tua menyebabkan terjadinya rasa bersalah dan perang hati, disisi lain konseli menginginkan pendapat diri sendiri dan disisi lain konseli juga harus menuruti pendapat orang tuanya. Namun konseli juga menghadapi perasaan bersalah dengan orang tua dan saudara-saudaranya, dimana konseli dipandang sebagai orang yang terlalu banyak menuntut dan selalu memikirkan dengan pendidikannya saja, tanpa ada waktu untuk mengubungi teman asmaranya tersebut, padahal tidak. Konseli selalu berupaya untuk menghubungi namun tidak ada respon, sehingga konseli merasa bahwa konseli lah yang salah dan selalu disalahkan. Konseli diberi kepercayaan berhubungan dengan teman asmaranya, namun disisi lain teman asmaranya tersebut sulit dan sangat susah untuk dihubungi, sedangkan perasaannya harus ditetapkan pada satu pilihan.
Berkaitan dengan gejala masalah yang dikeluhkan konseli diatas, konseli telah menetapkan untuk tetap menjalankan hubungan yang lama, meskipun konseli tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan mereka. Namun konseli menyadari ada kebaikan dan hikmah dibalik permasalahan yang sedang ia hadapi dan bertanggung jawab serta menerima konsekuensi atas komitmen yang akan konseli jalani.
C. Kerangka Kerja Teoritik
Menurut teori Reality Therapy/pendekatan realitas yang dikembangkan oleh William Glasser, seorang psikolog dari California. Dalam pendekatan ini, konselor bertindak secara aktif, direktif dan didaktif. Dalam proses konseling, konselor bertindak sebagai guru dan sebagai model untuk konseli. Di samping itu, konselor juga membuat kontrak dengan konseli untuk mengubah perilakunya. Ciri yang sangat khas dari pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian-kejadian masa lalu, tetapi lebih mendorong konseli untuk menghadapi realitas. Pendekatan ini lebih menekankan pada pengubahan tingkah laku yang bertanggung jawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan tersebut.
Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya dan harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah, hal tersebut disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya. Mengacu pada teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, Glasser mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain. Sehingga Glasser memandang bahwa setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya, tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya, individu ditantang untuk mengahadapi realita tanpa memperdulikan kejadian-kejadian di masa lalu, dan setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan pada masa kini.
D. Diagnosis
Berdasarkan kerangka kerja teoritik tersebut d iatas, masalah yang dihadapi oleh konseli adalah bagaimana konseli untuk bisa bertanggung jawab dan menentukan arah pilihannya meskipun harus berlawanan dengan perasaan yang sebenarnya.
E. Prognosis
Permasalahan yang dialami oleh konseli yang merujuk pada permasalahan hati dalam menentukan pilihan yang tepat, serta mengalami kebingungan dari pilihan-pilihannya, sehingga dapat dibantu dengan menggunakan pendekatan Reality Therapy (pendekatan realitas). Menurut William Glasser, pendekatan Reality Therapy berasumsi bahwa manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya dan harus dipenuhi. Dan bertujuan untuk mencapai identitas sukses/keberhasilan yaitu keinginan konseli untuk bisa mengambil keputusan yang sesuai dan tepat dengan pilihannya, dengan tidak mengecewakan orang-orang terdekatnya, sesuai langkah-langkah yang akan dijalankan oleh konseli beserta konsekuensinya seperti kesanggupan konseli untuk menerima berbagai pendapat yang negatif terhadap dirinya.
F. Tujuan Konseling
Dalam pendekatan realitas, tujuan konseling untuk membantu individu/konseli mencapai identitas berhasil, dimana konseli mampu menjalankan hubungan jarak jauh dengan teman terdekatnya. Konseli yang sudah mengetahui identitasnya (jati diri dan kesanggupan yang siap konseli jalani), akan mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya dan penuh tanggung jawab. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas yang ada.
G. Hasil Layanan yang Dicapai
Berdasarkan hasil konseling di atas, hasil yang ingin dicapai berdasarkan kebutuhan dasar manusia, maka konseli merasa memliki dan terlibat atau melibatakan diri dengan orang lain, dalam hal ini teman asmaranya dan orang tua konseli melalui berbagai macam komunikasi. Kebutuhan akan kekuatan/power, merasa senang, bahagia dan untuk merasakan kebebasan dengan keadaan yang dimiliki konseli untuk tetap kuat dan sabar dengan kondisi sekarang ini, serta siap dengan segala konsekuensinya untuk dapat menjalani hubungan dengan pilihan yang telah konseli ambil.
H. Layanan Konseling
1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan untuk membantu mengatasi masalah konseli adalah dengan pendekatan realitas, yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku konseli seperti keterbukaan konseli untuk menceritakan masalah yang dihadapinya, kemudian konseli bersikap untuk lebih tenang dalam mengungkapkan perasaannya yang lebih bertanggung jawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan yang akan konseli jalani.
2. Teknik
Proses konseling dalam pendekatan realitas berpedoman pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yanag kondusif dan beberapa yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Diantarnya :
a. Tahap 1: Konselor Menunjukkan Keterlibatan dengan Konseli (Be Friend).
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh perhatian padahubungan yang sedang dibangun. Menunjukkan keterlibatan dengan konseli dapat ditunjukkan dengan perilaku attending. Selain itu, konselor juga perlu menunjukkan sikap bersahabat.
b. Tahap 2: Fokus pada Perilaku Sekarang.
Konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang. Tahap kedua ini merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam mengahadapi permasalahannya. Lalu konselor meminta mendiskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut.
c. Tahap 3: Mengeksplorasi Total Behavior Konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli, cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Contoh: apa yang telah konseli lakukan dalam mengatasi kondisi saat ini ?
d. Tahap 4: Konseli Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi
Tahap ini, konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Konselor bukan menanyakan benar salahnya perilaku konseli, tapi lebih membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini dan kondisi sekarang. Sehingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.
e. Tahap 5: Merencanakan Tindakan yang Bertanggungjawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertanggung jawab, pada tahapan ini konseli berkomitmen dengan tetap menjalin hubungan dengan teman asmaranya yang pertamanya, dengan konsekuensi siap menerima apa saja nanti diakhir hubungan mereka.
f. Tahap 6: Membuat Komitmen
Dengan memperhatikan rencana tindakan dan tanggung jawab konseli tadi, maka konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang disepakati oleh konseli bersama konselor sesuai jangka waktu yang ditetapkan yakni selama satu minggu.
g. Tahap 7: Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang telah disepakati bersama selama satu minggu ke depan. Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Pada tahap ini, konselor tidak juga memberikan hukuman, mengkritik, dan berdebat, tetapi dihadapkan nya konseli pada konsekuensi.
h. Tahap 8: Tindak Lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam konseling realitas, konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseli dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai. Serta menanyakan persoalan-persoalan yang mungkin ada lagi yang akan konseli sampaikan ke konselor.
3. Langkah-langkah Konseling yang Ditempuh
a. Memberikan arahan bahwa adanya konselor untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi.
b. Menumbuhkan kesadaran diri bahwa butuh layanan untuk menyelesaikan masalah yang dialaminya.
c. Memberi kesempatan konseli untuk memfokuskan pada perilaku permasalahnnya saat ini yang sedang dialami konseli.
d. Menciptakan situasi keluaraga selama proses konseling, agar konseli mampu mengeksplorasi diri dan perasaannya dan lebih terbuka pada konslelor.
e. Memberikan dukungan kepada konseli mengenai komitmen dan konsekuensi yang diambil oleh konseli dan mengapresiasikan tanggung jawabnya.
f. Memberi kesempatan kepada konseli untuk tetap konsisten pada keputusannya dalam mengambil satu pilihan yang akan konseli jalani.
4. Pelaksanaan Konseling
Pelaksanaan konseling dalam pendekatan ini adalah sebagai proses rasional yang menekankan pada tingkah laku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya. Perilaku yang bertanggung jawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan keadaan kenyataan yang dihadapi, oleh Glasser disebut sebagai penerimaan terhadap realita. Dengan demikian, dapat membantu konseli mengatasi tekanan-tekanan dan permasalahan yang dialaminya. Pelaksanaannya dapat melalui:
a. Konseli dapat mengeksplorasi keinginan, kebutuhan, dan apa yang dipersepsikan tentang kondisi yang dihadapinya. Setalah mengetahui apa yang diinginkan, konseli lalu mengevaluasi apakah yang ia lakukan selama ini memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
b. Konseli fokus pada perilaku perilaku sekarang tanpa terpaku pada permasalahan masa lalu. Tahap ini merupakan kesadaran konseli untuk memahami bahwa kondisi yang dialaminya bukanlah hal yang bisa dipungkiri. Dalam proses ini konseli mengubah perilaku totalnya, tidak hanya sikap dan perasaan, namun yang diutamakan adalah tindakan dan pikiran.
c. Konseli mau mengevaluasi perilakunya, merupakan kondisi dimana konseli membuat penilaian tentang apa yang telah ia lakukan terhadap dirinya berdasarkan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Apakah yang dilakukan dapat menolong dirinya atau sebaliknya,apakah hal itu bermanfaat, sudah sesuai kah dengan aturan, dan apakah realitis dan dapat dicapai.
d. Konseli mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen terhadap apa yang telah direncanakan. Rencana-rencana yang ditetapkan harus sesuai dengan kemampuan konseli, bersifat konkrit atau jelas pada bagian mana dari perilakunya yang akan dirubah, realistis dan melibatkan perbuatan positif.
I. Rencana Tindak Lanjut
Berdasarkan dari hasil layanan yang telah diberikan, Konseli mulai bisa mengambil keputusan dan komitmen dengan apa yang telah dipilihnya, dengan tetap melanjutkan hubungan dengan teman asmaranya dengan hubungan jarak jauh, meski konseli belum bisa mengetahui apa hasilnya nanti diakhir drama kehidupan cintanya. Namun, apabila konseli belum mampu dan belum bisa menjalankan tanggung jawabnya serta tidak bsiap dan tidak bisa menerima konsekuensinya, maka konselor akan merencakan tindakan lanjutan dalam membantu konseli mengatasi permasalahannya dengan pendekatan yang sesuai.
Komentar
Posting Komentar